![]() |
terhempas |
Dear haniwww,
Sebenernya gw ragu gw harus nge-share ini atau nggak, karena ini terkait kekurangan gw dan gw gak tahu pasti kekurangan itu tidak apa-apa untuk diketahui orang (siapa tahu menemukan yang senasib bisa saling sharing), atau kita sebaiknya menutupi kekurangan kita, agar orang tidak tahu titik lemahnya. Tapi yasudah, gw butuh juga cerita dan mendokumentasikan tantangan-tantangan gw dalam hidup.
Berawal dari tes masuk perusahaan yang terjadi di waktu yang lalu. Sejak saat itu gw jadi semacam kehilangan arah dalam menentukan hidup ke depan. Secara singkat, waktu itu gw lagi daftar kerja di salah satu perusahaan consulting, yaitu Accen**** (asal muasalnya gw jelaskan terpisah, kenapa gw tiba-tiba pengen ngantor di perusahaan consulting). Selayaknya perusahaan top, mereka punya beberapa fase seleksi. Gw lolos tahap CV, dan lalu diminta mengerjakan tes online psymetrics. Psymetrics ini adalah tes untuk mengukur cognitive traits seseorang, kolaborasi neuroscience dan Artificial Intelligence, diklaim sebagai measurement test yang bias-free dan tingkat akurasinya super tinggi. Saking kerennya, bocoran tes-nya jarang bisa ditemui di internet, dan tes ini digunakan banyak perusahaan global dalam menyaring calon karyawan, termasuk Unilever, LinkedIn, dll. Tapi gw bisa bocorkan dua contoh kasus yang diberikan saat tes:
1.
Kalo lo dikasih balon yang bisa dipompa, dan tiap lo pompa lo akan dapet uang (yang nilainya berbeda), sampe kapan lo akan pompa balon itu terus menerus? Karena seperti yang kita tahu, balon juga bisa meletus, dan saat meletus, kita malah jadi kehilangan semuanya. Dan anyway, tes balon ini pun gak dikasih hanya satu kali, tapi beberapa kali, dengan warna, ukuran, kemampuan, dan reward yang berbeda-beda.
2.
Lo akan ditanya pertanyaan-pertanyaan semacam ini, disuruh pilih antara A dan B. Lebih main aman langsung ambil uang yang ada saat ini, atau pilih nominal lebih besar di waktu mendatang, yang mana dalam kurun waktu tersebut, apapun bisa terjadi.
Dua pertanyaan di atas adalah contoh tes yang dilakukan oleh Psymetrics. Tidak ada jawaban benar salah, karena semua tergantung gaya kepribadian dan preferensi kita. Gw pun pas ngikutin tes itu, ya gw berusaha apa adanya aja, apa yang memang betul-betul sesuai dengan kepribadian gw. Tes-nya berlangsung antara 20-30 menit (angka pastinya gw lupa). Dan begitu selesai tes, ternyata hasilnya udah langsung diproses, dan respon dari perusahaannya seketika itu juga langsung dikirim ke email gw, dan ternyata hasilnya:
GW TIDAK DITERIMA
Kecewa? Gak terlalu. Karena pada saat itu pun gw emang nothing to lose. Tapii.. yang akhirnya mengganggu adalah: gw diberikan hasil tes gw, dan gw jadi menganalisa apa yang salah dengan gw sebenernya. Dan berikut adalah beberapa poin terkait hasil tes gw:
Ngelihat parameter-parameter di atas, sebenernya itu malah bikin gw bangga sama diri sendiri, karena memang gw orang yang selalu termotivasi dari dalam, selalu melakukan sesuatu karena niat kuat dalam diri, bukan karena pengaruh lingkungan, apalagi uang atau gaji besar, dan gw orang yang keukeuh saat pengen sesuatu. Lantas, apa yang salah?
Entah kenapa juga parameter-parameter diri gw ini selalu condong ke satu sisi tertentu, hampir gak pernah di tengah-tengah. Misal kalo ada parameter Thinking sama Feeling, Thinking gw tu sangat dominan, seolah-olah gw gak ada sisi Feeling-nya sama sekali. Koleris, kolerisnya dominan, yang lain tersingkir. Perceiving, Perceiving banget, jauh dari Judging yang terstruktur. Begitupun faktor-faktor kepribadian yang lain (bisa dilihat dari hasil-hasil di atas). I was like.. "why, God? why?". Dan "why?" "kenapa gw ditolak?" Akhirnya gw membaca faktor diri gw yang ini:
Do you see the problem?
Dari skala 0-100, gw ada di skala 0 untuk kategori 'Seorang 'Perencana'. Gw adalah orang yang sangat 'suka berimprovisasi', kalimat halus dari "lu tuh gak bisa planning sama sekali, Han". Dan gw punya kecurigaan besar itu yang menyebabkan gw ditolak, karena sejatinya, yang namanya consulting company justru pekerjaannya adalah planning, yang bahkan risiko pun kalo bisa semuanya di-plan.
*menghela nafas panjang* .....................
"Halah.. itu kan cuma hasil tes online, Han".
No.
Selama gw hidup sebenernya gw punya banyak masalah terkait kemampuan gw, dan hasil tes itu buat gw cuma jadi semacam pengafirmasi, mengiyakan atau memvalidasi atas ketidakmampuan yang sebenernya gw tahu, tapi gw enggan mengakui. Gw sangat kesulitan dalam mem-plan apapun, karena gw karakter yang lebih reaktif menghadapi kondisi dibandingkan mempersiapkan kondisi tersebut. Dulu gw pikir "ah, mungkin gw males aja", tapi ternyata fakta bicara bahwa bawaan gw memang terlalu minim di skill itu. Sebenernya pun orang-orang udah sering ngingetin, dari hal simpel, misal: saat gw lagi pulang ke Bandung dan gw pengen ngajak ketemu temen. Gw bilang "eh, meetup yuk!", dan temen gw bilang "yah, Han.. kenapa gak ngabarin dari kemaren-kemaren, jadi gw bisa scheduling dulu", respon gw dalam hati cuma "yaudah sik, namanya juga casual meetup. Kalo emang lagi gak sempet, ya udah". Tapi itu terjadi terus-menerus, termasuk suami gw yang suka nanya, "kok gak prepare dulu untuk ini? Kalo kamu prepare, kan mestinya ini itu bisa diatasi?". Hal-hal semacam itu lah.
Akhirnya, hasil psymetrics itu menampar gw cukup keras. Again, bukan karena gw gak diterima kerja di situ, tapi karena hasil refleksi gw atas insight yang gw dapet. Implikasinya, gw jadi sangat terganggu sama pemikiran-pemikiran yang muncul, yaitu:
1. Gw jadi merenung mengingat-ingat kembali kejadian sepanjang hidup. Dan most of (or maybe all of) my major disasters in life, itu adalah karena gw gak bisa planning. Karena gw tidak mempersiapkan apa yang gw pengen, yang hasilnya hidup gw kacau balau, berantakan aja gitu. Termasuk kejadian-kejadian yang paling gw sesali dalam hidup, lowest point in life, itu semua terjadi karena gw selalu segimana nanti, gak pernah bener-bener mikir atau ngitung. Dan gw jadi self-blaming so deeply. I hate myself for that.
2. Gw jadi kehilangan arah untuk apa yang harus gw tuju. Karena gw pikir "kerjaan apa yang gak butuh planning?". Businessman?? Even as a boss, you need planning. Mungkin semua bisa selalu spontan dan seketika itu juga, kalau kita mengerjakan semua sendiri. Tapi pada saat melibatkan orang lain, akan sulit untuk sinkron kalau orang gak tahu kita rinciannya seperti apa. Terbukti memang pada saat gw punya karyawan atau partner, kalo gak rinci, sistem kerja jadi gak rapih. Dan jangankan untuk hal besar kayak bisnis, kita keluar rumah aja kita butuh planning, pake baju apa, berangkat naik apa, jam berapa, nanti gimana, dll. Dan gw? Gw sucks! Traits gw tidak terbentuk untuk rapih dan terencana. Dan pernyataan itu sangat menggangu gw sampe sekarang. Karena gw jadi mikir, "gw mesti jadi apa?? Kerjaan atau profesi apa yang harus gw lakukan?? Kekurangan gw sangat basic sampe-sampe gw jadi berpikir gw sangat payah, karena kelebihan-kelebihan gw apapun yang lain tidak bisa mengkompensasi kekurangan yang ini. Bahkan kalo gw kerjasama dengan seorang planner pun untuk menutupi kekurangan gw, kenyataannya traits gw untuk jadi leader tetep akan menuntut gw melakukan banyak hal, tidak akan pernah bisa sepenuhnya pekerjaan kita digantikan oleh orang lain.
You know what I mean?
Gw bener-bener jadi ngerasa gak tahu apa yang harus gw kejar sekarang. Gw cuma berusaha tetep bersyukur, dengan cara "yaudah, Han. At least you know now your problem. Coz there's no way you can solve something if you dont know what the root is". Selanjutnya, gw akan coba cari buku-buku yang relevan dengan apa yang gw alami, dan mencoba menemukan alternatif-alternatif apa yang sebaiknya gw lakukan. Karena gw termasuk orang yang sangat terpengaruh dengan bacaan, dan gw juga gak tahu harus share ini sama siapa. *summon Allah SWT
Sabar ya, Han. You have wasted potential, but you have to keep believe in yourself.
Jakarta 2019,
mencoba menulis cepat yang penting selesai.
Comments
Post a Comment